
28 Agu Beli Rumah Dari Pengembang Tidak Ada SHM
Beli Rumah Dari Pengembang Tidak Ada SHM
Banyak calon pembeli rumah baru dari pengembang seringkali bingung dengan jenis sertifikat saat pertama transaksi jual beli. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah tentang kewajaran dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dari pengembang.

Apakah memang wajar dan aman bagi kita sebagai pembeli menerima sertifikat HGB? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mengerti lebih dalam tentang sertifikat HGB. Bagaimana perbandingannya dengan Sertifikat Hak Milik (SHM)? Kapan sebenarnya sebuah rumah baru dari pengembang bisa mensertifikatkan SHM?
Apa itu Sertifikat HGB? Sertifikat HGB adalah sertifikat yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membangun dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya.
Sejumlah Alasan Pengembang Hanya Bisa Memberikan Sertifikat HGB Saat Beli Rumah

Ada sejumlah alasan kita hanya bisa mendapatkan Sertifikat HGB, bukannya SHM, antara lain:
- Badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) tidak boleh memiliki tanah dalam bentuk SHM. Ini berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria.
- Sebuah lahan di bawah pengelolaan oleh pengembang biasanya mulai dengan status Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB).
- HGB adalah status pemberian dari pemerintah kepada orang atau badan hukum untuk membangun dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya dengan batas waktu tertentu.
- Setelah bangunan atau rumah selesai pembangunan dan telah memenuhi persyaratan yang sesuai ketetapan, status tanah dapat kita tingkatkan menjadi Hak Milik (SHM).
- Proses pengalihan status dari HGB menjadi SHM melibatkan proses administratif dan biaya yang tidak sedikit.
Apa perbedaan Sertifikat HGB dengan Sertifikat Hak Milik?

Sertifikat Hak Milik atau SHM adalah sertifikat yang memberikan hak penuh kepada pemegangnya atas tanah beserta seluruh manfaat di atasnya. Perbedaan utama antara HGB dan SHM terletak pada kepemilikan tanah. Pada HGB, tanah masih milik pihak lain, biasanya pemerintah atau perusahaan. Sedangkan pada SHM, tanah sudah menjadi milik secara penuh oleh pemegang sertifikat.
Kapan pengembang rumah baru bisa mensertifikatkan SHM?
Rumah baru dari pengembang bisa meningkatkan sertifikat menjadi SHM setelah selesai pembangunan dan memenuhi persyaratan tertentu yang sesuai ketetapan pemerintah. Setelah pembeli melakukan penandatanganan akta jual beli dan balik nama, sertifikat masih berbentuk HGB. Baru setelahnya, SHGB bisa kita ubah menjadi SHM ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Bagaimana jika rumah membeli secara KPR?
Jika pembeli memilih untuk membeli rumah dengan skema KPR, status sertifikat rumah tersebut biasanya masih dalam bentuk HGB, bukan SHM. Hal ini terjadi karena dalam proses KPR, rumah yang kita beli jadi jaminan atau agunan untuk pinjaman oleh bank.
Bank kreditur akan menyimpan sertifikat rumah dalam bentuk HGB selama masa kredit berlangsung. Dalam kondisi ini, pemilik rumah secara resmi tetap memiliki hak atas properti tersebut. Tetapi bank memegang hak legal atas properti sampai pinjaman lunas.
Jika sertifikat HGB berakhir masa berlakunya sebelum pinjaman KPR lunas, maka sertifikat tersebut lebih baik kita tingkatkan statusnya menjadi SHM. Ini penting karena ketika HGB berakhir, secara hukum objek jaminan tersebut telah gugur dan tidak bisa lagi menjadi jaminan utang. Maka untuk mengantisipasi hal ini, jika jangka waktu KPR lebih lama dari masa berlaku sertifikat HGB, maka sertifikat harus peningkatan dulu menjadi SHM. Setelah sertifikat SHM, akan ditandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang mencatatkan pembebanan hutang atas objek tersebut. Proses ini penting untuk menjamin keamanan bagi bank dan juga debitur.
Syarat Peningkatan HGB Menjadi SHM
Hak Guna Bangunan (HGB) dapat kita tingkatkan menjadi Hak Milik (SHM) dengan mengajukan permohonan ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Itu perlu memenuhi sejumlah persyaratan yang sesuai ketetapan pemerintah. Pertama, Pengajuan SHM harus atas nama individu dan properti tersebut penggunaannya harus sebagai rumah tinggal. Ini berarti bahwa permohonan ini tidak berlaku untuk properti komersial atau industri.
Salah satu syarat utama yang harus terpenuhi adalah bahwa pemohon harus memiliki sertifikat HGB asli dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang mencantumkan bahwa properti tersebut penggunaannya sebagai tempat tinggal. Setiap properti yang terbangun oleh pengembang harus memiliki IMB atau PBG, syarat ini biasanya mudah terpenuhi.
Persyaratan lain yang harus terpenuhi termasuk KTP dan Kartu Keluarga (KK), dan pembayaran uang pemasukan ke negara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun perlu ingat bahwa jika properti penggunaannya untuk tujuan lain selain tempat tinggal, seperti gudang, atau kantor, maka objek tersebut tidak bisa kita tingkatkan menjadi SHM. Untuk objek-objek seperti itu, status sertifikatnya paling tinggi adalah HGB.
Apakah Sertifikat HGB dapat kita perpanjang setelah masa berlaku habis?
Ya, sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dapat kita perpanjang setelah masa berlaku habis. Masa berlaku sertifikat HGB biasanya adalah 30 tahun, dan dapat memperpanjang untuk jangka waktu yang sama jika pemegang hak melakukannya. Pemegang HGB wajib mengajukan perpanjangan minimal 2 tahun sebelum masa berlaku HGB berakhir.
Proses perpanjangan ini melibatkan pengajuan permohonan perpanjangan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Permohonan perpanjangan sebaiknya mengajukan sebelum sertifikat HGB berakhir. Jika permohonan keluar setelah sertifikat berakhir, maka pemegang hak harus melakukan proses pembaruan, bukan perpanjangan. Mungkin memerlukan persyaratan dan prosedur yang berbeda.
Penting untuk kita ingat juga, bahwa meskipun HGB dapat kita perpanjang, itu bukan hak kepemilikan penuh seperti Hak Milik (SHM). HGB masih terbatasi oleh sejumlah kondisi dan tindakan, seperti penggunaan lahan yang harus sesuai dengan tujuan tertentu dalam sertifikat. Oleh karena itu, jika memungkinkan, pemegang HGB mungkin mempertimbangkan untuk meningkatkan status haknya menjadi SHM.
Artikel pernah terbit di strategis.id.
Sorry, the comment form is closed at this time.